Tiba di bandara Adi Sutjipto, Yogya begitu ramah. Transportasi pun sangat teratur. Masuk ke dalam kotanya, ternyata tidak banyak berubah, masih kental dengan budayanya. Pantas saja kota ini disebut sebagai kota budaya, sehingga menjadi kiblat bagi para seniman dan masih menjadi tujuan study tour favorit untuk sekolah. Ditambah biaya hidup di kota ini memang cenderung murah.
City Tour kota ini masih seputaran Malioboro yang menjadi tujuan utama untuk saya kunjungi. Berbagai kerajinan seperti perak dan batik dijual disana sepanjang jalan malioboro. Mulai dari harga 10.000 sampai 500.000 lengkap disana. Batik masih menjadi andalan untuk barang dagangan di malioboro dengan berbagai jenis seperti kemeja, baju tidur, pakaian anak anak, topi sampai tas. Kemudian mengunjungi taman sari, keraton menggunakan alat transportasi becak yang memang khas kota yogyakarta.
Kota ini sudah layak disebut salah satu kota tujuan MICE, terbukti ketika kunjungan saya kesana sedang diselenggarakan 2 konferensi tingkat Asia yang salah satunya dihadiri oleh Presiden RI . Kemacetan pertanda kehidupan ekonomi kota ini berjalan dinamis.
Malam hari, tujuan saya adalah kuliner. Burung dara goreng, bebek goreng sampai gudeg masih menjadi andalan wisata kuliner di kota ini. Lesehan adalah tempat yang pas untuk menikmati semua itu. Bertemu dengan sahabat sahabat dari DPRD Provinsi Yogyakarta menambah suasana kekeluargaan yang memang kental di kota ini.
Nite life kota yogyakarta cukup menarik. Saya sempat mengunjungi salah satu tempat hiburan malam Boshe dimana semakin malam tempat ini semakin ramai. Menandakan kota ini sudah cukup modern untuk kehidupan malamnya.